“Surat itu datang ketika ibumu mulai tumbuh menjadi gadis remaja. Dimana surat itu datang kali pertamanya. Surat cinta berwarna merah jambu yang datang dari seorang jaka tampan dan pintar. Ketika itu pula ibumu mulai mengenal cinta. Setelah beberapa bulan kemudianmereka menikah dan dititipi anak oleh dzat yamng maha memberi hidup. Yaitu, kamu cucuku”. Percakapan itu adalah kali pertamanya aku mendengar cerita dari nenek tentang kisah ibu saat menjadi gadis seperti aku. Hari-hari selanjutnya aku sering datang kerumah nenek untuk mendengar kisah cinta almarhumah ibuku. Karena dengan cerita itu aku bias menjadi setegar ini. Ibu adalah seorang perempuan yang begitu hebat. Meski dari bayi aku tak pernah melihat dan menyentuhnya. Tuhan telah mengambilnya saat setelah melahirkanku 17 tahun yang lalu. Dan aku tumbuh besar bersama ayahku. Tetapi beliau sangat setia pada ibu, meskipun sudah aku bujuk untuk menikah lagi.
Suatu ketika saat malam mulai merambat, tiba-tiba ayah memanggilku untuk menemaninya berlembur. Sambil bekerja beliau berkata padaku.
“Ratih, sebenarnya ayah memanggilmu karena ada sesuatu yang ingin ayah tunjukan padamu, nak”. “apa itu ayah…?”. Tanyaku santai sambil menutup buku yang ku baca. Beliau mengambil sesuatu dari dalam laci mejanya. Sebuah kotak kecil dari kayu jati yang terukir indah.
“ini adalah titipan dari ibumu untuk diberikan padamu nak”. Kemudian menyarahkan kotak kecil itu padaku.
“ibumu berpesan sebelum memjamkan mata untuk yang terahir kalinya”.
Lanjut beliau sambil berjalan memunggungiku. “jika kamu sudah tumbuh menjadi gadis, maka saat itulah waktunya ayah untuk memberikan wasiat ini kepadamu. Bukalah ratih..!!”. lanjutnya.
Akupun menurut dan membuka kotak tersebut. Kudapati seuntas kalung putih yang begitu indah. “untuk siapa ini ayah..??” tanyaku. “untukmu nak, pakailah”. Jawabnya dan mulai duduk disampingku.
“dulu ibumu berkata,kalau kalung ini kau pakai kelak kau akan mendapatkan pasangan yang baik seperti yang didapat ibumu”.
“maksud ayah..??”. tanyaku masuh belum mengerti.
“begini nak, dulu sewaktu ayah masih muda, ayah sangat menyukai ibumu. Dan dia berkata bahwa ayahlah orang pertama yang membuat hatinya luluh”. Aku tersenyum geli mendengarnya.
“ayah, Ratih ingin bertemu ibu…”. Kataku sambil meneteskan air mata.
“maafkan ayah nak, tidak bias menjaga ibumu”. Beliau melukku dan kurasakan air matanya menetes.
Saat pagi menjelang, seperti biasah ayah selalu membersihkan motor vespa butunya dihalman rumah. Dan aku yang sedang mencuci piring dikagetkan oleh suara ayah yang berteriak memanggil namaku. “Ratih… Ratiihh…”. Panggilnya. “ada apa ayah..??”. jawabku. Aku berlari kedepan dan mendapati ayah sedang membawa sepucuk surat berwarna merah jambu dan diserahkannya padaku.
“apa ini..???”
“ini surat cinta untukmu, Ratih” jawab ayah. “sepertinya dia suka padamu, dan apa yang dikatakan almarhumah mendiang ibumu sangat benar. Ayah jadi teringat dulu saat ayah memberikan surat merah jambu pada ibumu”. Lanjut ayah sambil matanya berkaca-kaca.
Aku tercekat mendengarnya. Dan aku teringat ibu setelah membaca surat merah jambu itu.
“ibu, aku merindukanmu..” kataku dalam hati. Saat itu ayah kembali memanjakan vespa bututnya.
Jombang-jember
Ahad 09 januari 2011 “PPDT”
Surat cinta berwarna merah jambu
By: Vivid Fuadiyah (pipop).